Minggu, 21 Oktober 2012

Kesetiaan

Arti Sebuah Kesetiaan ..
Diawali dengan cerita ibu-bapaku. Kami berasal dari keluarga kelas menengah. Orangtuaku tidak berlimpah harta. Biasa saja. Tapi seperti kebanyakan keluarga kelas menengah lainnya, bapak dan ibu selalu memiliki pembantu dan supir yang setia. Mereka ikut bersama keluarga kami dalam rentang waktu lumayan lama.
Tapi selalu saja berulang. Ada pertemuan dan ada perpisahan. Sampailah suatu ketika kita berpisah karena ajal menjemput salah satu dari mereka. Kebetulan, ayahku tercinta berpulang terlebih dahulu kemudian mereka. Sebelumnya kami selalu bersama, sampai ajal - maut  yang memisahkan. Huhuuhuu, betapa terharunya hati kami menerima cinta dan kesetiaan mereka semua.
Yang membuat aku terharu, adalah pengabdian pembantu dan supir kami itu. Mereka mengabdi tentu bukan karena kami kaya raya. Kami sungguh sangat beruntung dapat dipertemukan dengan mereka. Orang orang sederhana tapi berhati mulia.
Kita memang saling menghormati dan care. Kami membiayai sekolah putera mereka. Tentu ketika itu biaya sekolah tidak semahal sekarang. Jadi timbal balik yang mereka peroleh biasa saja. Tidak berlebih. Tapi kasih dan kesetiaan mereka pada keluarga kami seakan akan tidak terbatas.
Mungkin itu terjadi karena kami selalu menganggap mereka sebagai saudara. Kami tidak pernah memperlakukan mereka sebagai pembantu, atau bahkan orang kecil. Kita adalah sama. Hanya kebetulan kami bernasib lebih baik, bisa menjadi majikan mereka.
Kesetian mereka sudah teruji. Ketika kami tengah tidak memiliki apa-apa, uang untuk makanpun susah, mereka tidak mengeluh sedikitpun. Bahkan pernah suatu kali, mereka dengan rela menyumbangkan, meminjamkan uang tabungan mereka pada kami sang majikan.
Betapa indah hubungan kami dengan mereka dan betapa indahnya kesetiaan mereka pada kami. Mereka enggan meninggalkan kami di saat kami dirudung masalah. Di saat-saat kritis itu mereka justru mengulurkan tangan pada kami, yang seharusnya kami menjamin kehidupan mereka.
Indah nian mengenang masa itu. Sebuah kesetiaan suci, tanpa pamrih dan ikhlas.
Masih melakat erat dalam benakku, saat-saat terakhir akan berpisah dengan mereka. Moment itu sangat mengharu biru. Walaupun kala itu saya masih sangat muda, tapi saya bisa melihat, merasakan dan selalu ingat dengan jelas bagaimana kesetiaan mereka pada kami, sebuah ketulusan hati yang indah untuk dikenang. Sungguh kemuliaan hati mereka teramat membekas dalam kalbuku yang terdalam. Kebaikan mereka tersimpan dengan baik di hati ini.
Mereka sebenarnya tetap ingin mengabdi kepada ibuku, tapi ibu menolak halus. Alasannya sederhana, apa yang akan kami berikan kepada mereka dengan uang pensiunan seorang janda. Tentu tidak akan mencukupi, bahkan mungkin akan kekurangan. Tetapi mereka sebenarnya tidak mempedulikan itu, barangkali mereka hanya ingin menemani ibuku sampai ajal menjemput dan memisahkan salah satu dari mereka. Tetapi ibuku bersikukuh. Hanya karena kondisi tidak memungkinkan, maka perpisahan itu terjadi. hiks hiks .. Sedih banget deh kalau ingat kejadian itu.
Kejadian itu telah membekali hatiku arti sebuah kesetian yang murni, ikhlas tapi tidak saling merugikan. Yang ada adalah saling kasih diantara kita, sesama mahluk ciptaan-Nya, tanpa batas pangkat dan derajat masing masing. Indah nian kesetiaan seperti itu bila masih ada di dunia ini, serasa melihat keindahan kasih-Nya yang tanpa batas. Tanpa pamrih.
Itulah arti kesetiaan yang aku peroleh dari orang-orang sederhana. Walaupun tak juga bisa dipungkiri kami juga memperoleh kebaikan dari orang-orang besar dan berpangkat.
Mengenang Ayahanda
Saya pernah mengisahkan bagaimana ayahanda tercinta pernah difitnah secara keji oleh orang lain, tapi bersyukurlah selalu saja datang pertolongan dari-Nya. Bantuan itu datang melalui teman-temannya yang masih setia. Kawan-kawan yang selalu menemani ayahanda melalui masa-masa genting dan masa tersulit dalam hidupnya. Teman-teman yang selalu ringan tangan mengulurkan bantuan dan kepercayaannya pada ayahanda tercinta.
Pernahkah kita membayangkan, jika suatu kali kita difitnah orang dan tak ada seorang pun di dunia ini yang mempercayai kita akan kejadian yang sebenarnya? Situasi seperti itu seperti kita dimasukan ke dalam sebuah lubang di dasar samudera paling dalam, yang tidak memungkinkan kita dapat melihat cerahnya matahari. Dunia serasa kelam, sekelam sejuta malam.
Rasanya amat mengerikan, memilukan hati, menyayat jiwa dan raga ini. Perasaan itu tetap ada di dalam hatiku yang terdalam. Rasa pilu di hati ini tidak akan pernah hilang. Rasa nyeri dan pedih itu tersimpan rapat dalam hatiku.
Teman teman ayahku yang mempunyai kesetiaan sejati, membela ayahku dengan sebuah kepercayaan yang besar. Sebuah kepercayaan yang mempunyai dasar, bukan sebuah kepercayaan asal asalan, terlebih sebuah kefanatikan. Mereka meyakini atas dasar kesetiaan pada kebenaran. Dan mereka juga bukannya tidak menyadari, bahwa mereka akan menghadapi resiko yang tidak sedikit ketika membela temannya.
Sejak itu, saya mengenal bentuk lain dari sebuah arti kesetiaan dari teman ayahku yang keliatannya tidak kami kenal dengan baik. Tidak mengenal baik, dalam arti bukan teman yang setiap hari menemani hari-hari kami, tapi ternyata mempunyai hati yang suci, yang tahu kapan harus menolong temannya yang sedang kesulitan, bukan mendiamkan atau bahkan meninggalkannya.
Demikianlah arti sebuah kesetiaan yang pernah keluarga kami alami . Bagai sebuah rahmat buat saya, karena itu adalah sebuah kebaikan hati manusia. Semoga saya boleh selalu setia dengan iklas dengan sesama di manapun berada.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar